Monday, November 12, 2007

HAMMURABI

Si Gila Kontrol SejatiIni adalah sebuah cerita tentang tulang belulang, dan tentang persamaan dan perbedaan. Bagi manajemen, ini adalah sebuah perdebatan abadi antara berbagai kepentingan yang saling bertentangan : pendekatan yang konsisten dalam menjalankan berbagai operasi, versus fleksibilitas dan adaptasi lokal. Korporasi-korporasi raksasa telah sekian lama bertempur dan berjibaku dalam peperangan sipil seperti ini – sentralisasi versus desentralisasi, keseragaman versus otonomi. Dan pemimpin-pemimpin besar telah sekian lama berkutat dengan berbagai jenis keputusan yang ada sangkut pautnya dengan hal-hal seperti itu, setiap harinya. Dalam situasi ini, terlalu condong ke satu arah sedikit saja dapat berakibat fatal.

Hammurabi tercatat dalam sejarah sebagai seorang pembuat hukum, raja pertama yang merumuskan aturan-aturan dan perilaku-perilaku, di samping dia juga terkenal karena dipuji oleh banyak orang. Raja Babilonia ini hidup pada 1792-50 SM, dan ahli-ahli arkeologi telah berhasil menemukan berbagai kitab undang-undang yang disusun olehnya. Kitab itu begitu mengagumkan terutama jika kita lihat bagaimana mendetail dan spesifiknya semua aturan yang mungkin dapat dibayangkan orang, mulai dari harga sepotong sayap ayam hingga pada hukuman bagi orang yang mengenakan jubah dengan tidak semestinya.

Hammurabi benar-benar seorang yang gila aturan.
.........
Di dataran bagian timur Benua Afrika ini, terdapat se¬buah adat kebiasaan yang mengharuskan para pembuat roti menyisakan satu loyang roti setiap kali mereka memanggang sebagai derma bagi kaum miskin. Roti yang baru keluar dari panggangan biasanya ditaruh di sebuah birai jendela tertentu sehingga para fakir miskin, yang memang tahu bahwa roti tersebut disediakan bagi mereka, akan lewat dan mengambilnya. Perbuatan yang terpuji ini sudah berjalan dari generasi ke generasi, dan merupakan salah satu sebab keamanan dan ketenteraman dapat tercipta di kalangan masyarakat yang kurang mampu. Hukum kemudian mengubah ini semua.

Sesuai dengan Hukum Nomor 764, “Barang siapa mengambil barang apa pun yang tidak ia beli, dinyatakan bersalah atas tuduhan pencurian dan akan kehilangan tangannya.” Dan meskipun hal ini bertentangan dengan adat ke¬biasaan setempat, sang gubernur bersikukuh menerapkan segala konsekuensi pelanggaran atas hukum tersebut. Empat puluh orang kaum papa kehilangan lengan mereka satu hari setelah prasasti hukum tersebut diterima di daerah tersebut. Berakhirlah tradisi menyisihkan seloyang roti bagi kaum duafa. Dan beribu-ribu orang yang tak mampu kemudian tewas, juga keluarga mereka dan hewan piaraan mereka, semua mengalami nasib yang sama.............
.............
Dan kemudian pulanglah dia. Sambil tersenyum, de¬ngan bangga dia mendekati danau kawah. Di sana, kelima ribu penduduknya sedang berpegangan tangan, menatap sesekali ke tepian danau, kemudian memalingkan wajah mereka menengok menatap Pak Tuh. Sebuah sentakan kaget terdengar dari mulut-mulut mereka ketika mereka semua menyadari bahwa Pak Tuh membawa pulang lembaran-lembaran batu. Rasa takut yang amat sangat menjalari mereka semua, dan mereka kemudian memandang kembali ke arah danau kehijauan di hadapan mereka sekali lagi. Kemudian Pak Tuh membuat mereka mendengarkannya.
“Jangan takut!” teriaknya. “Aku tidak membawa Hukum Hammurabi!” Mereka mulai menengadah, tersenyum, dan memiliki harapan kembali. Kemudian Pak Tuh menambahkan, “Yang aku bawa adalah Revisi Hukum Nomor Satu. Dan aku juga membawa yang lain: Perencanaan Strategis Hammurabi, dan juga Anggaran Tahunannya!”

Demi mendengar hal itu, kelima ribu manusia, secara bersamaan dan masih sambil bergandengan tangan, me-lompat ke arah jurang kawah dan lenyap ditelan ombak danau untuk menemui ajal mereka......

Baca lebih lengkapnya di http://appreciativeorganization.wordpress.com/2007/10/17/hammurabi-si-gila-kontrol-sejati/

THE BOSS....


A boss wondered why one of his most valued employees had not phoned in sick one day.

Having an urgent problem with one of the main computers, he dialed the employee's home phone number and was greeted with a child's whisper.
"Hello?"
"Is your daddy home?" he asked.
"Yes," whispered the small voice.
May I talk with him?"
The child whispered, "No."
Surprised and wanting to talk with an adult, the boss asked,
"Is your Mummy there?"
"Yes."
"May I talk with her?"
Again the small voice whispered, "No."
Hoping there was somebody with whom he could leave a message, the boss
asked, "Is anybody else there?"
"Yes," whispered the child, "a policeman."
Wondering what a cop would be doing at his employee's home, the boss
asked,
"May I speak with the policeman?"
"No, he's busy", whispered the child.
"Busy doing what?"
"Talking to Mummy and Daddy and the Fireman,"
came the whispered answer.
Growing more worried as he heard what sounded like a helicopter
through the earpiece on the phone, the boss asked,
"What is that noise?"
A hello-copper" answered the whispering voice.
"What is going on there?" demanded the boss, now truly apprehensive.
Again, whispering, the child answered,
"The search team just landed the hello-copper."
Alarmed, concerned and a little frustrated the boss asked,
"What are they searching for?"
Still whispering, the young voice replied with a muffled giggle:
"ME"

Thursday, August 30, 2007

Agar Jangan Dibenci Teman...

Jika percakapan seru yang berlangsung di kantin tiba-tiba terhenti karena
ada seseorang yang datang, itu tandanya orang itu nggak disukai
teman-temannya. Orang kerap dikucilkan karena nggak atau belum dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dan, menjalani hari-hari sendiri tanpa teman sangatlah nggak menyenangkan!
Karenanya, kita harus belajar dan pandai-pandai menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Ada beberapa trik simpel untuk memiliki banyak teman;

Pertama, jangan sok you know atau sok tahu! Sifat ini sangat dibenci dan
dijauhi karena bisa menyebabkan orang lain merasa digurui. Selain itu, orang
lain juga perlu kesempatan berekspresi. Dan, salah satu bentuknya adalah
menceritakan apa yang pernah dilaluinya dan berbagai pengalaman. Maka
jadilah pendengar setia yang baik. Jangan pernah mendominasi pembicaraan,
cobalah untuk tidak terlalu menonjol dalam setiap percakapan.

Kedua, harus banyak bergaul. Gaul man gaul! Sesuaikan diri dengan lingkungan
sekitar kita. Tapi ingat, selama hal itu adalah situasi yang positif. Jika
teman-teman kita nggak merokok, maka kita harus mengurangi bahkan
menghapuskan kebiasaan merokok. Jika teman-teman selalu belajar kelompok,
maka jangan pernah melewatkan waktu berkumpul itu. Begitu seterusnya.

Ketiga, pandai-pandailah menyimpan rahasia. Keep the Secret. Jika ada teman
curhat, itu tandanya dia mulai mempercayai kita. Jangan sampai kepercayaan
itu dikhianati dengan menyebar gosip yang nggak banget! Pilahlah mana-mana
yang harus dikubur dalam-dalam dan hanya menceritakan kebaikan sobat-sobat
kita. Lagipula nggak semua orang suka gosip dan penggosip. Sebab, mereka
juga tak ingin menjadi korban gosip berikutnya.

Keempat, kita harus tahu kapan harus berpihak dan kapan berhadapan atau
berbeda pendapat. Kita pasti takkan disukai jika tiap kali ada orang lain
yang mengungkapkan pendapat, kita menentangnya. Boleh saja berbeda pendapat,
tapi simpan hasrat itu hanya untuk hal-hal yang prinsip saja. Apalagi
menjurus ke debat kusir yang tak ada habisnya, hindari itu!

Kelima, kita harus selalu sehat jasmani dan rohani. Rawat kebugaran fisik
dan jaga kebersihan hati. Karena dimanapun orang culas, licik dan penipu
takkan pernah mendapatkan tempat.

CUSTOMER CARE IN 2020

The topic today is CUSTOMER CARE IN 2020. Just read and smile (and then read again in 13 years)

Operator : "Thank you for calling Pizza Hut . May I have your..."
Customer: "Hello, can I order.."
Operator : "Can I have your multi purpose card number first, Sir?"
Customer: "It's eh..., hold........ ..on..... .889861356102049 998-45-54610"
Operator : "OK... you're... Mr Smith and you're calling from 17 Sunset Drive. Your home number is 4094! 2366, your office 76452302 and your mobile is 0142662566. Which number are you calling from now Sir?"
Customer: "Home! How did you get all my phone numbers?
Operator : "We are connected to the system Sir"
Customer: "May I order your Seafood Pizza..."
Operator : "That's not a good idea Sir"
Customer: "How come?"
Operator : "According to your medical records, you have high blood pressure and even higher cholesterol level Sir"
Customer: "What?... What do you recommend then?"
Operator : "Try our Low Fat Hokkien Mee Pizza. You'll like it"
Customer: "How do you know for sure?"
Operator : "You borrowed a book entitled "Popular Hokkien Dishes" from the National Library last week Sir"
Customer: "OK I give up... Give me three family size ones then, how much will that cost?"
Operator : "That should be enough for your family of 10, Sir. The total is $49.99"
Customer: "Can I pay by credit card?"
Operator : "I'm afraid you have to pay us cash, Sir. Your credit card is over the limit and you owe your bank $3,720.55 since October last year. That's not including the late payment charges on your housing loan, Sir."
Customer: "I guess I have to run to the neighbourhood ATM and withdraw some cash before your guy arrive"
Operator : "You can't Sir. Based on the records, you've reached your daily limit on machine withdrawal today"
Customer: "Never mind just send the pizzas, I'll have the cash ready. How long is it gonna take anyway?"
Operator : "About 45 minutes Sir, but if you can't wait you can always come and collect it on your motorcycle.. ."
Customer: " What!"
Operator : "According to the details in system ,you own a Scooter,...registration number 1123..."
Customer: " ????"
Operator : "Is there anything else Sir?"
Customer: "Nothing... by the way... aren't you giving me that 3 free bottles of cola as advertised?"
Operator : "We normally would Sir, but based on your records you're also diabetic.... ... "
Customer: #$$^%&$@$%^
Operator : "Better watch your language Sir. Remember on 15th July 1997 you were convicted of using abusive language on a policeman... ?"
Customer: [Faints]

strictly mathematical

strictly mathematical viewpoint...

it goes like this:
What Makes 100%? What does it mean to give MORE than 100%? Ever wonder about those people who say they are giving more than 100%? We have all been to those meetings where someone wants you to give over 100%. How about achieving 103%? What makes up 100% in life?

Here's a little mathematical formula that might help you answer these questions:

If:
A B C D E F G H I J K L M N O

P Q R S T U V W X Y Z

is represented as:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26.

Then:
H-A-R-D-W-O-R-K

8+1+18+4+23+15+18+11 = 98%
and
K-N-O-W-L-E-D-G-E
11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96%

But,
A-T-T-I-T-U-D-E
1+20+20+9+ 20+21+4+5 = 100%

And,
B-U-L-L-S-H-I-T
2+21+12+12+19+8+9+20 = 103%

AND, look how far ass kissing will take you.

A-S-S-K-I-S-S-I-N-G
1+19+19+11+9+19+19+9+14+7 = 118%


So, one can conclude with mathematical certainty that While Hard work and Knowledge will get you close, and Attitude will get you there, it's the Bullshit and Ass kissing that will put you over the top.

Monday, July 16, 2007

Elephant Park Lagoi




Minggu15 Juli 2007 Sigit dan Fira sudah bangun sejak jam 5 pagi, hari ini TPA Al-Amin tempat mereka ngaji mo ngadain piknik ke Taman Gajah dan pantai 'Mana Mana beach' di Bintan Resort. Karena 4 bus carteran sudan penuh semua makanya cuma Fira yang naik bus no 3 karena lebih milih bareng temen temennya agar tidak mabok seperti kebiasaannya, sementara Sigit, Almas dan mamanya naik mobil bersama saya.

Atraksi gajah lumayan untuk hiburan anak anak, jumlahnya ada 7 ekor gajah 3 jantan dan 4 betina. Fira dan Sigit seneng banget sementara Almas ya karena belum ngerti bener cuma celingukan aja lihat orang rame plus ada binatang yang baru kali ini dia lihat. Selain itu ada ular python kuning yang lumayan menarik perhatian pengunjung elephant park yang lokasinya di tengah hutan ini. Almas dan mama sempet megang ular tersebut dan keburu diserbu oleh anak anak lain termasuk anak bule dari Amerika yang menurut ortunya juga belum pernah ngelihat ular segitu gede secara langsung.



Di akhir atraksi gajah Sigit dan Fira berkesempatan keliling taman naik gajah dengan dipandu sang pawang tentu saja, ongkosnya cukup terjangkau untuk turis local cuma dikenakan Rp 10.000,- untuk 2 orang anak sementara untuk turis manca negara dikenakan sebesar S$10 cuma....rute untuk turis lokal ga keliling masuk hutannya tapi ya cukup lha wong turisnya juga masih anak anak, Fira aja sempet khawatir mau jatuh karena waktu gajahnya jalan goyangannya cukup kuat.

Bagi yang pengen berkunjung ke elephant park lokasinya kira kira 3 Km setelah pintu masuk Bintan Resort Cakrawala yang dijaga lumayan ketet oleh gabungan Polri dan Bintan Resort security jadi cukup aman dari gangguan teroris he...he... Setelah pintu masuk kira kira 3 Km ada tanda 'elephant park' cuma ga gitu besar jadi pratiin aja jalan sebelah kiri, dari ruas jalan Bintan Resort elephant park nya kira kira kira 2Km lagi melewati jalan kampung alias ga di aspal



Mana mana beach walaupun di hari minggu ga terlalu banyak pengunjung baik local maupun mancanegara, hanya ada beberapa pasang bule yang berjemuran di sepanjang pantai dengan cuma mengenakan bikini dan sedikit 'mengganggu pemandangan' karena lagi bawa anak anak he..he... Pantainya masih tetap terpelihara dan bersih seperti kunjungan terakhir kira kira 1 tahun lalu, ya pantes aja lha wong Bintan Resort salah satu daya tariknya ya pantai jadi pihak pengelolanya pastilah cukup serius untuk maintenance nya.

Week End Story


Sabtu and minggu lalu kami memutuskan untuk tidak pulang ke Medan, padahal sebelumnya memang ada rencana untuk ke Medan dalam rangka mengantar ponakan yang sedang liburan bersama kami. Alasannya jelas bahwa karena sudah 2 hari senin berturut turut cut,i yang pertama tgl 2 Juli karena ngurus administrasi Sigit untuk ngedaftar dan test masuk di SMPN 2 yang merupakan sekolah binaan dan favorit di sini. Alhamdulillah Sigit lulus dan senin berikutnya tgl 9 Juli juga cuti lagi karena ngadain pesta syukuran dan selamatan khitanan Sigit. Jadi untuk senin ini ga enak hati untuk cuti lagi padahal tiket sudah dibeli, cuma karena sang ayah bersedia ke Medan untuk ngantar Aji siponakan ya jadinya beliaulah yang ngantar.

Sabtu selesai ngantar ayah ke Medan kita sempet keliling keliling Batam dan beli makanan favourite keluarga Pizza Hut, lokasi kali ini kita pilih Pizza Hut yang ada di Megamall Batam Centre. Walah...lumayan ramai megamallnya karena pas ada kunjungan menteri koperasi dan UKM Surya Dharma Ali beserta rombongan. Seperti biasa kalau pejabat datang kan kita kita orang kecil jadi korban ketidaknyamanan karena segala fasilitas mall hanya buat sang pejabat, lha wong jalan aja harus minggir dulu ketika sang pejabat lewat.

Foto ini waktu kita makan siang di KFC, ALmas yang baru liatin orang ramai seliweran gitu lihat mamanya makan es cream langsung nyerobot and sang Abang jadi kewalahan he...he...mungkin Almas complain kok selama ini dia dikasih makanan bubur doang setelah dikasih ngerasa ice cream ternyata ada yang lebih nikmat.

Saturday, June 30, 2007

An American, a Frenchman and an Indonesian



An American, a Frenchman and an Indonesian are stranded on a desert island. They find a magic lamp, and when they rub it a genie emerges, promising to grant each of them a wish.
The American says, "I am a businessman, and I need to get back to New York."
He disappears in a puff of smoke.
The Frenchman says, "I own a restaurant in Paris and would like to go back there." Another puff of smoke and he disappears.
The genie then asks the Indonesian what he wants.
"I feel kind of lonely. Can you bring my two friends back?"

Peluru pun Habis ...


Tak lama setelah bubarnya Uni Soviet . Sosialisme hancur , dan para birokrat tak punya pengalaman mengelola sistem ekonomi pasar bebas . Di masa sosialisme , memang rakyat sering antri untuk mendapatkan macam-macam kebutuhan pokok , tapi manajemennya rapi , sehingga semua orang kebagian jatah . Sekarang , masyarakat tetap harus antri , tapi karena manejemennya jelek , antrian umumnya sangat panjang , dan banyak orang yang tidak kebagian jatah .

Begitulah , seorang aktivis sosial berkeliling kota Moskow untuk mengamati bagaimana sistem baru itu bekerja . Di sebuah antrian roti , setelah melihat banyaknya orang yang tidak kebagian , aktivis itu menulis di buku catatannya , " roti habis " .

Lalu dia pergi ke antrian bahan bakar . Lebih banyak lagi yang tak kebagian . Dan dia mencatat " bahan bakar habis !" , kemudian dia menuju ke antrian sabun . Wah pemerintah kapitalis baru ini betul-betul brengsek , banyak sekali masyarakat yang tidak mendapat jatah sabun . Dia menulis besar-besar " SABUN HABIS ! " .

Tanpa dia sadari , dia diikuti oleh seorang intel KGB . Ketika dia akan meninggalkan antrian sabun itu , si intel menegur " Hey bung ! dari tadi kamu sibuk mencatat-catat terus , apa sih yang kamu catat ? " .

Sang aktivis menceritakan bahwa dia sedang melakukan penelitian tentang kemampuan pemerintah dalam mendistribusikan barang bagi rakyat .

" Untung kamu ya , sekarang sudah jaman reformasi " , ujar sang intel , " Kalau dulu , kamu sudah ditembak " .

Sambil melangkah pergi , aktivis itu mencatat ;
" Peluru juga habis ! " .

Tuesday, June 12, 2007

6 lessons for handling stress


NO. 6
THERE'S MORE THAN ONE WAY TO RELIEVE STRESS

THIS IS PROBABLY THE TOUGHEST LESSON TO INTERNALIZE BECAUSE when stress
overwhelms the system, your choices often seem more limited than they are. Behavioral scientists have a name for this psychological reaction. They call it learned helplessness, and they have studied the phenomenon closely in laboratory rodents, whose nervous system bears striking similarities to that of humans.

Here's how the experiment works: if you provide mice with an escape route, they
typically learn very quickly how to avoid a mild electrical shock that occurs a
few seconds after they hear a tone. But if the escape route is blocked whenever
the tone is sounded, and new shocks occur, the mice will eventually stop trying
to run away. Later, even after the escape route is cleared, the animals simply freeze at the sound of the tone--despite the fact that they once knew how to
avoid the associated shock.

Obviously, humans have more intellectual resources at their disposal than mice
do, but the underlying principle remains. When too many of the rules change,
when what used to work doesn't anymore, your ability to reason takes a hit. Just
being aware of your nervous system's built-in bias toward learned helplessness
in the face of unrelieved stress can help you identify and develop healthy
habits that will buffer at least some of the load (see box).

But the one thing you should not do is ignore the risks. Animal research has
shown that there is a relatively small window for reversing the physiological
effects of chronic stress. Studies of people are starting to produce similar
results. Once a person's cortisol level gets completely blunted, it seems to
stay that way for years. You owe it to yourself and your loved ones not to let
that happen.

So let's be a smart people and starting to manage our stress for a better life, cheers

Thursday, June 7, 2007

6 lessons for handling stress #3


NO. 4
STRESS CAN AGE YOU BEFORE YOUR TIME

SCIENTISTS HAVE LONG SUSPECTED THAT unremitting stress does damage to the immune
system, but they weren't sure how. Then two years ago, researchers at the University of California, San Francisco, looked at white blood cells from a group of mothers whose children suffered from chronic disorders like autism or cerebral palsy. The investigators found clear signs of accelerated aging in those study subjects who had cared the longest for children with disabilities or who reported the least control over their lives.

The changes took place in microscopic structures called telomeres, which are often compared to the plastic wrappers on the ends of shoelaces and which keep chromosomes from shredding. As a general rule, the youngest cells boast the longest telomeres. But telomeres in the more stressed-out moms were significantly shorter than those of their counterparts, making them, from a genetic point of view, anywhere from nine to 17 years older than their chronological age.

NO. 5
STRESS IS NOT AN EQUAL-OPPORTUNITY EMPLOYER

IN 1995, IN A NOW CLASSIC EXPERIMENT, SCIENTISTS AT THE University of Trier in germany subjected 20 male volunteers to a situation guaranteed to raise their stress levels: participating in a mock job interview and solving arithmetic problems in front of strangers who corrected them if they made mistakes. As expected, each subject's cortisol level rose at first. But by the second day of the trial, most of the men's cortisol levels did not jump significantly. Experience had taught them that the situation wasn't that bad. Seven of the men, however, exhibited cortisol spikes every bit as high on the fourth day as the first. Only by the fifth day did their stress reaction begin to disappear.

More recently, researchers have found that subjects with low self-esteem are more vulnerable to stress. Jens Pruessner at McGill University in Montreal believes that the hippocampus, a finger-size structure located deep in the brain, is at least partially responsible. It turns out that the hippocampus, which helps you form new memories and retrieve old ones, is particularly sensitive to the amount of cortisol flooding your cerebrum. So when cortisol levels begin to rise, the hippocampus sends a set of signals that help shut down the cortisol cascade. Using several different types of brain scans, Pruessner has shown that people who test below average on self-esteem also tend to have smaller-than-average hippocampi. The differences become clear only when you compare groups of people, Pruessner notes, so you can't look at any single person's brain scan and determine whether he or she has low self-esteem. But when you look at overall results, they suggest that a smaller hippocampus simply
has more trouble persuading the rest of the brain to turn off the stress response. Still unclear is how the body goes from having repeated activation of the stress response to showing the typically blunted cortisol levels of someone suffering from burnout. "We are still studying this," says Samuel Melamed of Tel Aviv University in Israel. "But if there is no relief and the cortisol stays up for long periods of time, the body stops responding and readjusts the level."

Still continue....

Tuesday, May 29, 2007

Presidential Coincidence?


Abraham Lincoln was elected to Congress in 1846.
John F Kennedy was elected to Congress in 1946.
Abraham Lincoln was elected President in 1860.
John F. Kennedy was elected President in 1960.

The names Lincoln and Kennedy each contain seven letters.
Both were particularly concerned with civil rights.
Both wives lost their children while living in the White House.

Both Presidents were shot on a Friday.
Both Presidents were shot in the head.
Lincoln's secretary was named Kennedy.
Kennedy's secretary was named Lincoln.
Both were assassinated by Southerners.
Both were succeeded by Southerners.

Both successors were named Johnson.
Andrew Johnson, who succeeded Lincoln, was born in 1808.
Lyndon Johnson, who succeeded Kennedy, was born in 1908.

John Wilkes Booth, who assassinated Lincoln, was born in 1839.
Lee Harvey Oswald, who assassinated Kennedy, was born in 1939.

Booth ran from the theater and was caught in a warehouse.
Oswald ran from a warehouse and was caught in a theater.
Booth and Oswald were assassinated before their trials.

And here's the kicker...
A week before Lincoln was shot, he was in Monroe, Maryland.
A week before Kennedy was shot, he was in Marilyn Monroe

6 lessons for handling stress #2


NO. 2
STRESS ALTERS YOUR BLOOD CHEMISTRY

FOR YEARS PSYCHOLOGISTS HAVE concentrated on the behavioral symptoms of burnout:
lost energy, lost enthusiasm and lost confidence. Now, thanks to new brain scans
and more sophisticated blood tests, scientists can directly measure some of the
effects of stress on mind and body--often with surprising results. You are probably familiar with the signs of an adrenaline surge (racing pulse, hairs on the neck standing on end), which evolved to help us fight or flee predators and other immediate dangers. And you may have heard of cortisol, another stress hormone, which is produced more slowly than adrenaline and lingers in the bloodstream longer. But did you know that too little cortisol in your bloodstream can be just as bad as too much? Or that tucking into comfort foods, while soothing in the short term, can sabotage your long-term stress response by increasing the number of inflammatory proteins in your body? What's emerging is a complex picture of the body's response to stress that involves several interrelated pathways. Scientists know the most bout cortisol because until now that has been the easiest part to measure. "But hen one thing changes, all the others change to some degree," says Bruce McEwen, a anologist at Rockefeller University who has spent decades studying the biology of stress, primarily in animals. So just because you see an imbalance in one area doesn't mean you understand why it is happening. "We're learning that post-traumatic stress disorder (PTSD), burnout, chronic fatigue syndrome and fibromyalgia are all related in some ways," McEwen says. The next step is to figure out if there are any genetic predispositions that tip the response to stress toward one set of symptoms or another.

NO. 3
YOU CAN'T AVOID STRESS

EVEN GETTING OUT OF BED CAN BE TOUGH ON THE BODY. SEVERAL hours before you wake
each morning, a tiny region at the base of your cerebrum called the hypothalamus
sends a signal that ultimately alerts your adrenal glands, which sit on top of
your kidneys, to start pumping out cortisol, which acts as a wake-up signal. cortisol levels continue to rise after you become conscious in what is sometimes
referred to as the "Oh, s___! It's another day" response. This may help explain
why so many heart attacks and strokes occur between 6 a.m. and 8 a.m.

Because cortisol is a long-acting hormone, you can dally under the covers a bit
without losing any steam. But your brain is already taking steps to protect you
from the shock of starting a new day. Rising cortisol levels signal the hypothalamus to stop sounding the alarm. Other parts of the brain chime in, and eventually the adrenal glands ratchet down their cortisol production. In other words, the brain's stress response contains its own off switch.

Most people's cortisol, as measured by a saliva test, peaks a few hours after waking. Levels then gradually decline during the course of the day--with a few
blips scattered here and there. That pattern typically changes, however, in people who are severely depressed. Their cortisol level still rises early in the morning, but it stays high all day long. It's almost as if their hypothalamus has forgotten how to turn off the stress response. (Intriguingly, people who are sleep deprived also exhibit a high, flat cortisol level.)

Researchers figured something similar had to be happening in burnout victims. But rather than finding a prominent cortisol peak, investigators discovered a shallow bump in the morning followed by a low, flattened level throughout the day. Intriguingly, such blunted cortisol responses are also common among Holocaust survivors, rape victims and soldiers suffering from PTSD. The difference seems to be that people with PTSD are much more sensitive to cortisol at even these low levels than those with burnout. "We used to blame everything on high cortisol," says Rachel Yehuda, a neurochemist and PTSD expert at the Mount Sinai School of Medicine in New York City. "Now we can blame things on low cortisol as well."

Still continue....

Monday, May 28, 2007

Salute the Generals

Said the officer to the soldier, "Private, why did you salute that refrigerator?"
The soldier replied, "Because it was General Electric."

"And that jeep?" the officer asked.

Replied the soldier, "Because it was General Motors"

Arnold and Clinton

Arnold Schwarzenegger is in some trouble. Today, the Los Angeles Times broke a story that quoted six women who claimed that Arnold Schwarzenegger sexually harassed them. When asked about it, President Clinton said, “Six? That's not enough experience to be governor!"

—Conan O'Brien

6 lessons for handling stress


Take a deep breath. Now exhale slowly. You're probably not aware of it, but your
heart has just slowed down a bit. Not to worry; it will speed up again when you inhale. This regular-irregular beat is a sign of a healthy interaction between heart and head. Each time you exhale, your brain sends a signal down the vagus nerve to slow the cardiac muscle. With each inhale, the signal gets weaker and your heart revs up. Inhale, beat faster. Exhale, beat slower. It's an ancient rhythm that helps your heart last a lifetime. And it leads to lesson No. 1 in how to manage stress and avoid burnout.

NO. 1
REMEMBER TO BREATHE

EVOLUTION HAS BEQUEATHED TO OUR BRAINS A variety of mechanisms for handling the
ups and downs of life--from built-in chemical circuit breakers that shut off the stress hormones to entire networks of nerves whose only job is to calm you down. The problem, in the context of our always wired, always on-call world, is that they all require that you take regular breaks from your normal routine--and not just an occasional weekend trip. You can try to ignore the biological need to periodically disengage, but there's growing evidence that it will eventually catch up with you. Insurance claims for stress, depression and job burnout are now the U.S.'s fastest-growing disability category.

Making matters worse, Americans tend to cope with stress in all the wrong ways.
A November survey by the advocacy group Mental Health America found that we frequently deal with chronic stress by watching television, skipping exercise and forgoing healthy foods. The problem with these coping mechanisms is that they keep you from doing things that help buffer your stress load--like exercising or relaxing with friends or family--or add greater stress to your body. Indeed, using many of our most cherished time-saving gadgets can backfire. Cell phones and mobile e-mail devices--to give just two examples--make it harder to get away from the office to decompress. Working from home may, in some cases, exacerbate the situation because it isolates employees while simultaneously blurring the line between work and leisure.

We also have a lot of misconceptions about who gets stressed out and why. Twenty
years ago, psychologists almost exclusively blamed job stress on high workloads or lack of control on the job. More recent studies, says Christina Maslach, a pioneer in burnout research at the University of California, Berkeley, show that unfairness and a mismatch in values between employees and their companies play an increasing role in triggering stress. "Probably one of the strongest predictors is when there's a vacuum of information--silence about why decisions were made the way they were," Maslach says. "Another is having to operate in conflict with your values. Do you need to shade the truth to get authorization from the insurance company? Are you selling things that you know people don't really need?"


Still continue....

Friday, May 25, 2007

STOP ARGUING, START TALKING

Above title was a title of Susan Quilliam's book, which the
content's similar with the title. Encourage everyone , especially
husband/wife, parents/children to `talking instead of arguing'. I
think enough sample we can find in our daily life where actually at
the beginning we just want to `talking', speaking but unfortunately
it will end up with `arguing' that will not produce any good
solution for the issue. In some case it will make more serious the
issue and hurting our opponent.

Some people will say ` arguing is better actually, right?' it is but
what I mean with arguing here is not just only give our
argumentation but mostly to the fight using the words. Longman
Dictionary of contemporary English explaining some definition
of `argue' for the positive in first meaning is :'to provide reasons
for or against (something), especially clearly and in proper order.'
Meanwhile for negative meaning is for who's fight using words is in
5th position for the meaning `to disagree in words; fight with
words; quarrel. Second word `Talking' means to talk something with
language media. This conversation is really neutral and without
involving the emotion that can direct the conversation to the fight.

Beside above negative meaning `arguing' mostly looking for reason
for ourselves causing our opponent feeling disappoint, desperate and
ask to surrender in conversation. Meanwhile `talking' is opposite,
trying deeply to understand what's in our opponent's mind so we can
understand clearly during the conversation.

So when we want to talk something please be carefully not to easily
directing to the `arguing.' Once again, stop arguing and start
talking is more important.

good morning and have a nice day to all of you!

Tuesday, April 3, 2007

The Art of War - Sun Tzu #07


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.





SUN TZU: Strategi 'Perang' Bisnis Dari Timur (7)

Memakai Mata-Mata Untuk Menangkan Persaingan

Bicara soal mata-mata, mungkin kita akan membayangkan organisasi spionase
seperti CIA, KGB, MI6 atau Mossad. Tiap negara boleh dibilang pasti memiliki
organisasi intelligence atau mata-mata ala James Bond. Manfaatnya sudah
pasti ada, sebab mata-mata ini banyak menentukan keberhasilan suatu
serangan. Melalui informasinya, seorang panglima dapat menyusun strategi
yang lebih akurat dalam mengalahkan musuhnya.

Hal ini juga tidak lepas dari pengamatan Sun Tzu. Seperti dikatakannya,
mengetahui lebih dahulu tentang musuh tidak dapat diperoleh dari dewa atau
makhluk halus, melainkan dapat diperoleh dari orang yang mengetahui keadaan
musuh. Untuk itulah digunakan spion (mata-mata). Kalau falsafah ini hendak
kita terapkan dalam dunia bisnis, apakah memang diperlukan spionase dalam
bisnis?

Memang, untuk mengetahui keadaan pesaing, tidak bisa diketahui melalui
paranormal, dukun atau cenayang, melainkan harus melalui orang yang tahu
tentang keadaan pesaing. Seperti kata Sun Tzu, untuk itulah diperlukan
mata-mata/informasi. Melalui spion akan dapat diketahui lebih dahulu rencana
musuh dan hal itu merupakan dasar bagi kita untuk melakukan suatu tindakan.

Sun Tzu menegaskan bahwa spion adalah salah satu unsur yang paling penting
dalam perang. Berdasarkan keterangannyalah bala tentara bergerak. Dalam
bisnis, tanpa ada informasi, kita tidak mungkin bergerak. bergerak tanpa
informasi akan menyebabkan kemungkinan kehancuran. Informasi perlu diperoleh
dan diketahui. Oleh karena itu, pencari informasi (spion) adalah sangat
penting.

Dalam bukunya The Art of War, menurut Sun Tzu ada lima jenis spion. Pertama,
spion setempat, yaitu merupakan penduduk daerah musuh yang digunakan sebagai
spion. Bila kita mencoba menerapkan teori ini, maka kita perlu menggunakan
masyarakat, media massa untuk mencari informasi tentang keadaan pesaing.

Jenis spion kedua adalah spion dalam, yaitu pejabat musuh yang bekerja untuk
kita. Dalam perusahaan kita bisa memperolehnya bila ada karyawan perusahaan
pesaing yang memberi informasi dan bekerja untuk kita.

Yang ketiga adalah spion rangkap, yaitu spion musuh yang berbalik. Ini akan
bisa kita dapatkan jika ada karyawan perusahaan pesaing yang mengetahui
banyak kemudian ditawari kerja bagi kita sehingga memberi informasi. Ini
banyak diterapkan oleh perusahaan dengan cara membajak manager perusahaan
pesaing.

Spion jenis yang keempat adalah spion mati, yaitu spion kita yang digunakan
untuk memberi informasi yang menyesatkan musuh. Cara melakukan dalam bisnis
adalah dengan sengaja kita mengirim seseorang untuk memberi informasi palsu
yang menyesatkan sehingga pesaing bereaksi yang salah.

Jenis kelima, yang terakhir, adalah spion hidup, yaitu spion kita yang
pergi untuk melakukan penyelidikan dan pulang membawa keterangan. Dengan
demikian, kita benar-benar menugaskan seseorang untuk masuk ke perusahaan
pesaing atau masuk ke kantornya, kemudian mencari informasi dan pulang
melaporkan.

Pertanyaannya, etiskah menggunakan pesaing? Perbuatan curi mencuri teknologi
memang banyak dilakukan. Tindakan mencuri semacam ini jelas melanggar hukum,
misalnya mencuri cetak biru sebuah rencana prosesor komputer canggih dari
perusahaan pesaing. Namun bagaimanakah dan sejauh manakah kita memakai
mata-mata?

Pekerjaan mata-mata bukanlah mencuri, melainkan mencari informasi. Menurut
Sun Tzu, pekerjaan mata-mata bukan pekerjaan yang rendah dan kotor,
melainkan pekerjaan yang mulia. Justru hanya orang yang tinggi budi
pekertinya dan bijaksana yang bisa digunakan atau dipercaya sebagai
mata-mata.

Mempergunakan orang yang keliru untuk tujuan mata-mata, hasilnya bisa bahkan
terbalik. Sebab, banyak sekali kasus seorang mata-mata menjadi agen ganda
tanpa kita ketahui. Misalnya dalam dunia mata-mata yang sesungguhnya,
seorang agen CIA bisa saja merangkap menjadi agen KGB. Akibatnya justru
fatal. Rahasia yang paling vital akhirnya bisa bocor ke tangan musuh,
termasuk nama-nama spion yang kita pakai.

Mata-mata ini umumnya dipilih dari orang yang betul-betul bisa dipercaya.
Namun dipercaya saja tidak cukup. Dipercaya ini sebenarnya sudah mengandung
dua aspek utama, yaitu orang itu harus jujur dan loyal. Pribadi seorang yang
hendak diarahkan untuk menjadi mata-mata seperti kata Sun Tzu haruslah yang
baik budi pekertinya serta bijaksana.

Nah, falsafah perang Sun Tzu ini, walau tampak sederhana, namun pada
prakteknya tidak semudah itu. Banyak hal yang sebenarnya merupakan akal
sehat saja. Seperti kita ketahui, manajemen itu sendiri bisa berjalan baik
bila manajernya dalam mengelola menggunakan akal sehatnya. Persoalannya,
banyak sekali pengambilan keputusan yang tidak didasari rasio yang baik,
banyak terlibat emosional sehingga menghasilkan keputusan yang ceroboh.
Dengan strategi bisnis dari Timur ini, tentunya Anda bisa lebih mendalami
bagaimana menjadi seorang panglima yang hebat, yang membawa perusahaan Anda
menuju keunggulan dalam persaingan.

(Habis)

The Art of War - Sun Tzu #06


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


SUN TZU: Strategi 'Perang' Bisnis Dari Timur (6)

Strategi Bisnis Mirip Kodrat Air

Memenangkan pertempuran tidak semudah di atas kertas. Demikian pula, untuk
unggul dalam persaingan bisnis juga tidak semudah ketika membuat rencana.
Setiap saat kondisi bisa berubah-ubah. Lingkungan perusahaan, baik dari
dalam maupun luar sangat mempengaruhi. Perubahan peraturan yang ada bisa
menguntungkan atau bahkan sebaliknya.

Sun Tzu mencoba merumuskan prinsip-prinsip dalam bertempur agar setidaknya
bisa di atas angin lawannya. Seperti kata Sun Tzu, mereka yang pandai
berperang memegang inisiatif dan tidak membiarkannya beralih ke tangan
musuh. Hal ini sudah dibahas sebelumnya, artinya para eksekutif harus selalu
memegang inisiatif dan tidak membiarkan peluang jatuh ke pihak lawan.

Kepekaan terhadap lingkungan dan kesigapan dalam memanfaatkan peluang ini
mengharuskan seorang eksekutif tidak boleh ketinggalan informasi dan harus
bisa fleksibel mengikuti perkembangan yang ada.

Itulah sebabnya, Sun Tzu sekali lagi menegaskan, dalil perang mirip dengan
kodrat air, tentara selalu menghindari bagian yang padat dan memukul bagian
yang kosong. Apabila hal ini hendak diterapkan dalam dunia bisnis, maka
persaingan juga sebaiknya mirip kodrat air, bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi. Adalah baik untuk menghindari pesaing yang kuat atau medan yang
sulit dan memukul kelemahan pesaing yang tidak dilindungi dengan baik.

Seperti pernah dijelaskan sebelumnya, dalam perang digunakan manuver.
Manuver itu memang sulit karena hanya dengan jalan yang tidak langsung,
tujuan dapat dicapai. Kalau kita bayangkan dalam perang sesungguhnya,
apabila bertempur langsung ke arah yang dituju, mungkin akan mengalami
kekalahan karena ditahan musuh, namun dengan manuver, berputar, justru dapat
diharapkan kemenangan.

Itulah sebabnya dalam bisnis, manuver juga perlu dilakukan. Diperlukan
seperangkat langkah dan memang hal itu sulit serta membutuhkan waktu,
kesabaran dan kecermatan, namun justru hal itulah yang akan membawa kepada
keberhasilan suatu persaingan usaha.

Sehubungan dengan prinsip bertempur itu mirip kodrat air, Sun Tzu
mengingatkan akan beberapa taktik dalam pertempuran agar bisa menang.
Pertama, Sun Tzu mengemukakan, "Jangan menyerang musuh dengan menaiki
lereng." Hal ini bisa kita analogikan, dalam bersaing hendaknya jangan
berada di posisi yang membuat perusahaan harus terlalu memaksakan diri atau
"menaiki lereng".

Taktik kedua Sun Tzu adalah, jangan melawan musuh yang menyerang dengan
menuruni lereng. Itulah sebabnya, perlu diingat dalam persaingan bisnis,
jangan "bertempur" dengan pesaing yang kekuatannya lebih baik serta
posisinya jauh menguntungkan dia daripada kita.

Selanjutnya, Sun Tzu mengingatkan agar jangan mengejar musuh yang pura-pura
melarikan diri dan jangan menghantam pasukan pilihan musuh. Kalau kita
memperhatikan nasehat ini, maka sebaiknya jangan menghantam pesaing yang
pura-pura lemah dan ada baiknya untuk tidak secara langsung menyerang
produk/jasa andalan pesaing apabila kondisinya belum memungkinkan.

Yang penting menurut Sun Tzu adalah, jangan sekali-kali termakan umpan
musuh. Masalahnya, banyak sekali eksekutif yang secara tak sadar masuk dalam
perangkap dan baru menyadarinya setelah terlambat. Misalnya, pesaing
menyebarkan isu, membuka rencana palsu sehingga kita bereaksi sedemikian
rupa yang sebenarnya tak ada gunanya, sehingga begitu banyak dana, tenaga
dan waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, adalah baik untuk selalu
mempertimbangkan gerakan pesaing dan tidak mudah terpancing masuk ke
perangkapnya.

Dalam bertempur, Sun Tzu juga mengingatkan agar sebaiknya jangan merintangi
musuh yang sedang pulang ke negerinya dan jangan terlalu menekan musuh yang
terpojok. Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka sebaiknya jangan
menyaingi produk pesaing yang mempunyai kekuatan di kawasannya sendiri dan
nasehat untuk tidak terlalu menekan musuh yang terpojok, selain masalah
etika, juga umumnya musuh yang terpojok bisa nekad dan berani mati.

Yang terutama menurut Sun Tzu, sifat perang mengutamakan kecepatan. Hal yang
sama dalam bisnis, persaingan juga mengutamakan kecepatan bereaksi terhadap
peluang dan ancaman. Lakukan apa yang tidak diduga lawan. Buatlah rencana
serta kerjakan apa yang tidak diduga oleh pesaing

Seperti kata Sun Tzu, bergeraklah kalau yakin ada keuntungannya; berhentilah
kalau tiada keuntungannya. Seorang eksekutif harus memperhatikan aspek ini.
Dalam bisnis, kalau suatu rencana atau kegiatan menguntungkan, lakukan
segera. Namun bila tidak dan terlihat kerugian, segera berhenti. Jangan ragu
untuk menghentikan kegiatan yang merugikan, jangan terlalu kaku dan angkuh.

Contoh kasus persaingan bisnis yang sering saya pakai adalah ketika Jawa Pos
disaingi oleh Surya pada tahun 1990-an. Waktu itu Surya dengan kekuatan
baru, modal baru setelah diambil alih oleh kelompok Kompas, berusaha dan
berambisi mengalahkan Jawa Pos. Jawa Pos waktu itu sukses dengan program
penjaja koran di lampu lalu lintas (traffic light), dan Surya ingin
menyerang para loper koran yang ada dengan membagikan secara gratis kaos
bertuliskan Surya. Dengan segera, seluruh penjaja koran yang ada di Surabaya
memakai kaos Surya dan itu bisa menjadi promosi yang bagus buat masyarakat
Surabaya. Tahukah apa yang dilakukan oleh Jawa Pos? Yang dilakukan sangat
sederhana namun brilian. Jawa Pos membagikan rompi, sebuah pakaian yang
sangat menarik anak-anak remaja, dengan tulisan Jawa Pos, yang sekaligus
ketika dipakai akan menutupi kaos Surya tersebut. Jutaan rupiah telah
dikeluarkan oleh Surya untuk membuat kaos, habis begit saja tertutupi oleh
sebuah rompi. Bahkan si penjaja koran tidak merasa bersalah, sebab toh
mereka tetap pakai kaos yang dibagikan gratis tersebut. Mungkin itu
maksudnya, "Jangan menyerang musuh dengan menaiki lereng."

(Bersambung)

The Art of War - Sun Tzu #05


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


Menggerakkan Manusia Untuk Memenangkan Persaingan

Seperti kita ketahui, unsur manusia memegang peranan yang penting dalam
jalannya suatu usaha. Namun persoalannya, seringkali sang pemimpin memiliki
ide yang cemerlang namun sayangnya anak buahnya kurang mengerti atau tidak
bisa melaksanakannya sesuai dengan rencana.

Ada empat tipe karyawan, yang pertama karyawan yang mampu dan mau. Karyawan
jenis ini memiliki kemampuan yang baik serta ditunjang dengan sikap pribadi
yang positif. Memiliki karyawan semacam ini jelas sangat menguntungkan dan
bisa kita bayangkan seandainya kita memiliki tipa karyawan yang lain, yaitu
yang sudah tidak mampu, juga tidak mau atau memiliki sikap yang negatif. Dua
tipa yang lain adalah karyawan yang mau tetapi tidak mampu, dan yang mampu
tapi tidak mau.

Mengenai hal ini, Sun Tzu memberikan pesan-pesan tersendiri. Nasehatnya,
jika prajuritmu kauperlakukan dengan baik tetapi tidak dapat kaugunakan,
jika kaucintai tetapi tak dapat kau perintah, jika mengacau tetapi tak dapat
kautertibkan, maka mereka adalah seperti anak manja, tidak boleh dipakai.
Bila nasehat ini diterapkan dalam bisnis, maka karyawan yang susah diatur,
sebenarnya tidak perlu dipakai.

Memang, nasehat itu sederhana, namun kenyataannya, kita kurang bisa bersikap
tegas apabila memiliki karyawan yang susah diatur. Biasanya hanya kita
pindah-pindah saja ke bagian yang kurang begitu disenanginya agar ia tidak
kerasan. Cara ini belum tentu efektif, sebab tipe karyawan yang susah diatur
akan tahan bila dipindah-pindah, bahkan menjadi lebih buruk. Sikap tegas
diperlukan dengan memperhatikan peraturan yang ada.

Dalam mengelola manusia, menurut Sun Tzu, mengatur orang yang banyak
jumlahnya sama saja dengan mengatur orang yang sedikit jumlahnya. Itu hanya
soal membagi jumlah. Demikian juga bertempur melawan orang yang banyak
jumlahnya sama saja dengan bertempur melawan yang sedikit jumlahnya. Itu
hanya soal jelas dan terangnya keadaan.

Dalam dunia usaha, strategi Sun Tzu dalam menggerakkan manusia ini dapat
kita contoh. Intinya adalah, mengatur orang/pegawai yang banyak atau
sedikit, itu soal jumlah dan membagi mereka dalam sususan organisasi.
Melalui pembagian yang tepat, sebenarnya setiap komando pasti bisa diterima
dengan baik sampai pada orang yang posisinya paling bawah.

Itulah sebabnya, Sun Tzu juga mengingatkan para panglimanya untuk selalu
mengembangkan dirinya. Sun Tzu berkata, adalah pekerjaan seorang panglima
untuk selalu melatih dirinya supaya sanggup bersikap tenang dan bersikap
betul. Sikapnya yang tenang akan menjamin kerahasiaannya; sikapnya yang
betul akan melahirkan teladan yang akan menjamin ketertiban anak buahnya.

Kalau kita benar-benar menghayati nasehatnya itu, maka seorang pemimpin
harus sanggup melatih dirinya untuk bersikap tenang dan benar. menjaga
kerahasiaan dan membuat citra yang baik supaya menjadi teladan bagi
karyawannya. Kepekaan sang pemimpin dalam menangkap peluang usaha sangat
penting, seperti yang diungkapkan oleh Sun Tzu, bila musuk membuka peluang,
mestilah segera dimanfaatkan.

Mengatur manusia tidak lepas dari kemampuan sang komandannya dalam memimpin
anak buahnya. Dalam hal ini Sun Tzu mengingatkan, jika panglima lemah, tidak
keras dan tidak tegas, instruksi tidak konsukuen, tugas dan kewajiban
perwira dan prajuritnya sebentar-sebentar diubah, jika susunan pasukannya
morat marit, maka pasukan yang demikian pasti akan kalut.

Itulah sebabnya jika eksekutifnya terlalu lemah, tidak tegas, instruksi
tidak jelas, terlalu sering berubah peraturan, maka karyawannya akan
bingung/kalut. Masalah ini sering dijumpai jika direktur suatu perusahaan
sering mengganti susunan organisasi, mengubah-ubah sistem kerja karena
dipandangnya selalu kurang baik. Hal semacam ini membuat bawahannya bingung
dan justru tidak bisa bekerja dengan baik.

Menurut Sun Tzu, tugas seorang panglima dalam memimpin anak buahnya adalah
mengatur agar semua pihak berjalan seiring. Menggerakkan suatu pasukan
adalah lebih beruntung dibandingkan dengan memimpin gerombolan yang tidak
disiplin karena akan sangat berbahaya. Oleh sebab itu, pendisiplinan
karyawan sangat penting. Hal itu bisa terlaksana apabila aturan main dalam
perusahaan jelas serta pemimpinnya memberi contoh dengan baik.

Mengenai adanya kemelut dalam pasukan, Sun Tzu menguraikannya sebagai
berikut: Bila ada kerusuhan dalam perkemahan artinya kepemimpinan komandan
lemah. Bila para perwira marah-marah tandanya para prajuritnya lelah. Bila
para prajuritnya kelihatan berbisik-bisik antar sesamanya dalam
kelompok-kelompok kecil dan berbicara dengan nada-nada yang tertahan
menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam urutan kepangkatan.

Seorang eksekutif harus peka terhadap hal-hal ini, sebab sikap
"berbisik-bisik" itu merupakan indikasi adanya ketidakpuasan dalam
peningkatan jenjang promosi organisasi. Setiap kerusuhan pada anak buah,
sebaiknya pemimpinnya jangan bersikap acuh tak acuh, sebab Sun Tzu
mengajarkan untuk introspeksi diri karena bila anak buah resah, maka itu
tanda kepemimpinan manajernya kurang baik.

Sun Tzu menegaskan, pertama-tama, para prajurit harus diperlakukan secara
manusiawi, tapi tetap diawasi dengan disiplin baja. Inilah cara yang pasti
untuk memperoleh kemenangan. Dalam latihan, perintah-perintah harus
dilaksanakan dengan paksaan, maka pasukan akan memiliki disiplin yang baik.

Memang, kedisiplinan kerja harus dipupuk dengan sikap tegas pemimpinnya.
Misalnya, sikap mentolerir keterlambatan satu kali atau dua kali akan
menyebabkan anak buah jadi terbiasa. Selain itu, pekerjaan yang tidak
terselesaikan tetap waktu tetapi tidak ditegur dengan keras menyebabkan anak
buah mengira hal itu tidak menjadi masalah. Akibatnya lain kali mereka bisa
berbuat sama. Nah, cara-cara Sun Tzu ini, walau sederhana, patut kita
tiru.

(Bersambung lagi)

Sunday, April 1, 2007





hari ini abang Sigit belajar masukkan karangan ke website sebagai langkah awal akan dimasukkan gambar mickey mouse kesayangan adik

Friday, March 30, 2007

The Art of War - Sun Tzu #04


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.



Menyiasati Berbagai Jurus Persaingan

Pertanyaan yang penting saat ini, bagaimana memainkan persaingan
dengan sebaik-baiknya? Kalau dasar pemikirannya sudah dipahami, lalu, apa
saja yang sebaiknya dilakukan? Bagaimana prinsip Sun Tzu dalam berperang?

Sun Tzu mengemukakan, "Mereka yang pandai berperang memegang
inisiatif dan tidak membiarkannya beralih ke tangan musuh." Dengan
demikian, bila hal ini hendak kita terapkan dalam bisnis, maka mereka
yang pandai bersaing, haruslah selalu memegang inisitif dan tidak
membiarkan peluang jatuh ke pihak pesaing.

Tidak banyak eksekutif yang memiliki inisiatif baik. Mungkin karena banyak
waktu yang tersita untuk keperluan yang rutin, atau potensi kreativitasnya
terhambat karena munculnya berbagai masalah yang sebenarnya tidak
perlu. Namun yang penting, bagaimana seorang 'panglima bisnis'
memanfaatkan peluang yang ada. Terlambat merespon satu peluang, maka
kesempatan yang ada bisa jatuh ke tangan pihak pesaing.

Selanjutnya, secara rinci Sun Tzu mengemukakan tentang prinsip
perang. Dikatakannya, dalil perang mirip dengan kodrat air, tentara
selalu menghindari bagian yang padat dan memukul bagian yang kosong.

Hal ini sebenarnya dengan mudah dapat kita mengerti, sebab dalam bisnis,
persaingan sebenarnya harus mirip kodrat air, artinya ia harus bisa
menyesuaikan diri dengan kondisi/keadaan serta tidak kaku. Bagaimana kita
bisa menghindari pesaing yang kuat atau medan yang sulit dan memukul
kelemahan pesaing yang tidak dilindungi dengan baik.

Namun perang bukan cuma "maju terus, pantang mundur." Perang harus
menggunakan berbagai macam siasat dan taktik untuk mengalahkan posisi
lawan. Kadang kala, kondisi tidak memungkinkan untuk maju langsung
menghadapi lawan, namun harus berputar.

Itulah sebabnya, Sun Tzu mengemukakan, dalam perang digunakan
manuver. Manuver itu sulit karena hanya dengan jalan yang tidak langsung,
tujuan dapat dicapai. Memang, dalam perang , kalau bertempur langsung ke
arah yang dituju, mungkin akan mengalami kekalahan, namun dengan
manuver, yakni berputar, justru dapat diharapkan kemenangan.

Hal ini sama juga perlu diingat oleh para eksekutif, yaitu melakukan
manuver bisnis. Dalam bisnis, manuver juga perlu dilakukan.
Diperlukan seperangkat langkah yang memang tidak sederhana dan
membutuhkan waktu, kesabaran dan kecermatan. Namun, hasil dari manuver,
justru itulah yang akan membawa kepada puncak keberhasilan suatu persaingan
usaha.

Semua itu tidak lepas dari bagaimana sikap sang komandan dalam memimpin
anak buah. Sikap yang kurang terkontrol bisa menyebabkan rencana yang
telah disusun rapi menjadi berantakan. Seperti yang dikatakan Sun Tzu,
jika komandan lapangannya marah-marah dan tidak patuh, serta bertemu dengan
musuh, karena mendongkol, masing-masing lalu melakukan pertempuran
terpisah. Hal ini akan menyebabkan keruntuhan.

Nasehat ini perlu kita camkan, sebab kalau manajernya emosi dan tidak
patuh pada pimpinan (Boss), kalau bertindak akan bekerja
sendiri-sendiri dan tidak bersatu/tidak kerja sama. Akibatnya, hal
ini menyebabkan kejatuhan perusahaan secara keseluruhan.

Selajutnya, Sun Tzu menambahkan, jika panglima lemah, tidak keras dan
tidak tegas, instruksi tidak konsekuen, tugas dan kewajiban perwira dan
prajuritnya sebentar-bentar diubah, jika susunan prajuritnya
morat-marit, maka pasukan yang demikian pasti akan kalut. Memang, dalam
kenyataan, apabila sang pemimpin terlalu lemah, tidak tegas, intruksi tidak
jelas, terlalu sering berubah peraturan, maka karyawannya akan
bingung/kalut. Kebingungan ini membuat mereak tidak bisa bekerja dengan
baik.

Itulah sebabnya, Sun Tzu mengatakan, menegetahui medan, mampu membaca
jalan pikiran lawan, membuat pihak musuh kalah dan membuat pihaknya
menang, memperhitungkan keadaan medan, adalah suatu hal yang harus
dilakukan oleh panglima yang ulung. Tak heran, seorang manajer yang
mengikuti nasehat Sun Tzu ini akan selalu berusaha memperhitungkan
segala hal, termasuk keadaan usaha, jalan pikiran pesaingnya dan membuat
perencanaan jitu.

Seperti kata Sun Tzu, mereka yang pandai berperang tidak pernah salah
jalan, dan tidak kehilangan akal. Manajer atau pemimpin yang pandai
menjalankan usahanya, tidak melakukan salah langkah dan tidak pernah
kehabisan akal.

(masih bersambung)

Thursday, March 29, 2007

The Art of War - Sun Tzu #03


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


Memenangkan Persaingan Secara Efektif

Berbicara soal persaingan usaha, mungkin tidak banyak beda dengan peperangan
antar dua negara. Keunggulan atau kemenangan suatu peperangan sangat
tergantung banyak faktor. Seperti telah dibahas sebelumnya, peranan panglima
juga sangat besar. Namun bagaimana cara memenangkan peperangan secara
efektif? Serta, mungkinkah hal ini diterapkan dalam dunia bisnis?

Sun Tzu mengemukakan suatu pernyataan yang sederhana tentang perang.
Menurutnya, "Perang adalah kegiatan yang penuh tipu muslihat". Dari satu
pernyataan ini saja, sebenarnya terkandung makna yang luar biasa. Memang
kalimat itu tidak berhenti di situ saja. Sun Tzu melanjutkan, "untuk itulah
digunakan siasat."

Kalau hal ini dicoba untuk diterapkan di bidang bisnis, maka bisa diartikan,
persaingan adalah kegiatan yang penuh tipu muslihat dan untuk itulah
digunakan siasat. Satu hal yang dinasehatkan oleh Sun Tzu, "Siasat untuk
mencapai kemenangan tidak boleh sekali-kali bocor terlebih dahulu."

Tak heran bila banyak eksekutif yang selalu berusaha merahasiakan
langkah-langkahnya dalam persaingan. Mereka takut bila ketahuan "siasat"nya,
maka lawan bisa segera mengantisipasi dan mengadakan perlawanan. Sulitnya,
dijaman yang termasuk era informasi serta banyak perusahaan yang go public,
maka kerahasiaan ini sulit terjaga. Hanya untuk perusahaan keluarga yang
masih tertutup saja, umumnya segala rencana bisa dirahasiakan dengan rapi.

Namun tentu saja, tentang cara memenangkan peperangan atau persaingan ini
tidak semata dari kepintaran membuat siasat. Yang penting menurut Sun Tzu
adalah, bagaimana kita bisa menang dalam waktu singkat. "Menang dalam waktu
yang singkat adalah tujuan perang," demikian tulisnya dalam buku The Art of
War. Kalau hal ini kita pelajari, sebenarnya dapat menjadi nomor satu dari
perusahaan atau menjadi yang paling unggul dalam waktu secepatnya adalah
tujuan persaingan. Terlalu lama berada dalam posisi persaingan akan membuat
lelah dan menghabiskan banyak sumber daya.

Hal yang menarik dari cara berpikir Sun Tzu tentang perang adalah, seorang
yang ahli dalam seni perang akan menundukkan tentara musuh tanpa berperang.
Memang, seorang yang ahli dalam pemasaran akan bisa mengalahkan produk
pesaingnya tanpa harus bersaing langsung. Namun bagaimana caranya?

Untuk itu, Sun Tzu hanya mengingatkan pada satu hal, yaitu kenalilah lawanmu
dan kenalilah dirimu sendiri. Nah pertanyaannya, benarkah Anda sudah
mengenali diri Anda sendiri? Lebih jauh lagi, seberapa banyak Anda
mengetahui tentang pesaing?

Banyak perusahaan yang mengalami kemunduran karena terlalu over-estimate
terhadap diri sendiri. Ia menilai bahwa dirinya yang paling hebat sementara
lawan-lawannya tidak ada apa-apanya. Kebiasaan "sindrom juara" ini sangat
berbahaya. Ketidak-obyektifan pemikiran bisa berakibat fatal.

Mengenali diri sendiri tidak mudah, sebab orang cenderung menilai dirinya
yang terbaik. Sebenarnya secara tidak langsung, Sun Tzu mengajarkan pada
kita untuk melakukan analia SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity and
Threat). Bagaimana kita mengukur kekuatan dan kelemahan yang kita miliki
serta menelusuri adanya ancaman serta peluang di sekitar perusahaan yang
datang dari pihak pesaing.

Sun Tzu dengan tegas mengatakan, jika engkau tidak mengenal lawanmu tapi
mengenal dirimu sendiri, kalah dan menangmu seimbang. Sementara itu, jika
engkau tidak mengenal lawanmu dan tidak mengenal diri sendiri, dalam setiap
pertempuran selalu berada dalam keadaan bahaya. Yang penting, seperti
diungkapkan oleh Sun Tzu, bila engkau mengenal lawanmu dan mengenal diri
sendiri, engkau dapat memutuskan untuk bertempur atau tidak.

Itulah sebabnya, ketahuilah posisi perusahaan Anda dan bandingkan dengan
kekuatan lawan. Anda sebagai seorang eksekutif atau "panglima" dari
perusahaan yang Anda pimpin, harus benar-benar tahu akan diri sendiri dan
lawan. Setidaknya dengan menyadari akan kekuatan dan kelemahan baik dari
diri sendiri maupun lawan, Anda bisa memutuskan mau bersaing secara langsung
atau tidak.

Kesalahan strategi karena tidak sadarnya akan keadaan diri sendiri dan lawan
bisa menyebabkan kehancuran. Berpikir terlalu hebat bisa menyebabkan
melakukan persaingan tanpa kendali. Tragisnya kalau mendapat lawan yang jauh
lebih kuat. Dana yang sudah keluar begitu banyak bisa menjadi tidak ada
artinya.

Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan? Kalau kita ternyata sudah
mempelajari kondisi yang ada di perusahaan dan keadaan pesaing, langkah apa
yang akan ditetapkan?

Sun Tzu tidak melupakan hal ini. Ada empat langkah yang bisa menjadi
alternatif. Yang pertama, Sun Tzu mengajarkan, kita bertahan karena keadaan
kita tidak dapat dikalahkan, kita menyerang karena keadaan lawan yang dapat
dikalahkan, bertahan kalau syarat untuk menang belum cukup dan menyerang
kalau lebih dari cukup.

Kalau dipikir, apa yang dikemukakan oleh Sun Tzu sebenarnya logis dan
harusnya kita sudah mengetahuinya. Namun sekali lagi persoalannya, banyak
keputusan yang diambil ternyata keliru. Misalnya melakukan penyerangan
sementara keadaan lawan tidak dapat dikalahkan atau syarat untuk memang
belum cukup. Atau justru sebaliknya, di saat kondisi sedang optimal atau
puncak, kita justru berada di posisi bertahan, bukannya menyerang. Mungkin
pandangan Sun Tzu ini bisa menyadarkan langkah yang telah kita lakukan.
(Bersambung)

Monday, March 26, 2007

The Art of War - Sun Tzu #02


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.



Bagaimana Menjadi 'Panglima' Yang Berhasil

Sudah jelas, keberhasilan suatu perusahaan tergantung dari pemimpinnya.
Demikian juga, keunggulan suatu pasukan selain karena kehebatan dari para
prajuritnya, namun panglimanya jauh lebih menentukan. Hal ini disebabkan,
dengan panglima yang hebat, maka prajurit yang ada bisa dilatih dengan baik,
sementara dengan panglima yang buruk, prajurit yang baik berubah menjadi
buruk.

Namun, menurut Sun Tzu, ada lima sifat berbahaya dalam kepribadian seorang
panglima yang bisa membawa kehancuran. Itu harus dihindari. Bagaimana
implikasinya dalam bisnis?

Sifat pertama yang berbahaya adalah panglima yang terlalu berani mati
sehingga dapat terbunuh. Ini terlihat sekali dalam bidang usaha, seorang
pengusaha atau pemimpin yang terlalu nekad, berani ambil resiko, melakukan
spekulasi membabi-buta, sehingga bukan keuntungan yang diraih melainkan
mengalami kerugian besar.

Sebaliknya, sifat kedua yang menurut Sun Tzu harus dihindari adalah takut
mati. Karena panglima yang takut mati akan dengan mudah dapat ditangkap.
Memang sungguh tepat apa yang diungkapkan Sun Tzu, bahwa pengusaha atau
manajer yang terlalu ragu-ragu dalam mengambil resiko atau peluang, dapat
dengan mudah dikalahkan oleh pesaing. Dari dua sifat negatif tadi, Sun Tzu
mengajarkan agar tidak terlalu berani mati tetapi juga tidak takut mati.
Kita harus bisa menempatkan diri dan mengatur porsi keberanian yang kita
miliki.

Sifat negatif ketiga adalah terburu-buru dan cepat naik darah. Karena sifat
ini bisa membuat sang panglima merasa terhina yang berakibat ia tidak dapat
berpikir secara terarah. Demikian pula, pemimpin yang mudah emosi dan mudah
terpancing, dapat dibakar emosinya sehingga akhirnya melakukan kesalahan
yang tidak perlu.

Lebih jauh Sun Tzu menerangkan bahwa sifat keempat yang harus dihindari
adalah panglima yang terlalu bersih dan selalu berusaha menjaga nama
baiknya, karena dengan demikian ia dapat mudah dipermalukan. Ini juga bisa
diterapkan dalam dunia bisnis, karena pemimpin yang terlalu idealis tidak
bisa luwes dalam masyarakat, akhirnya membuat ia kurang bisa diterima.

Sifat mudah kasihan menurut Sun Tzu juga harus dihindari. Sebagai panglima,
sifat mudah kasihan tidak baik karena suasana hati mudah terganggu dalam
membuat keputusan. Itulah sebabnya, dalam bisnis diperlukan pemimpin yang
tegas, mampu membuat keputusan dalam waktu singkat. Pemimpin yang terlalu
dan mudah kasihan pada karyawannya akan menyebabkan kurang bisa tega dalam
melancarkan suatu persaingan yang keras dan menuntut anak buahnya. Tidak
berani menghukum dan menghindari konflik dengan bawahan sendiri karena
kasihan.

Sun Tzu mengemukakan, pasukan yang kuat prajuritnya tetapi lemah perwiranya
akhirnya pasti membangkang. Pasukan yang kuat perwiranya tetapi lemah
prajuritnya akhirnya pasti tenggelam.

Hal yang sama dalam menyusun strategi bisnis, perusahaan yang pandai dan
kuat karyawannya namun manajer/pemimpinnya kurang pintar, pasti dapat
diperkirakan akan terjadi pemberontakan atau bawahan yang tidak patuh pada
perintah. Sebaliknya yang terlalu pandai manajernya namun anak buahnya
lemah, pasti tidak akan berhasil mengatasi masalah dengan baik. Itulah
sebabnya dibutuhkan manajer atau pemimpin yang bisa membina anak buahnya.

Friday, March 23, 2007

The Art of War - Sun Tzu #01

Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


Sun Tzu: Stretegi 'Perang' Bisnis Dari Timur (1)Persaingan, Masalah Hidup atau Mati Perusahaan

Sun Tzu adalah seorang ahli strategi militer klasik dari Tiongkok kuno.Menurut catatan sejarah, Sun Tzu adalah penduduk asli negara Chi'i. Iaterkenal dengan tulisannya yang berjudul "The Art of War" (Seni Berperang).Kaisar Ho Lu kemudian mengangkat Sun Tzu sebagai panglima besar pasukankerajaan Wu. Karyanya itu kini tidak hanya dikaji oleh kalangan militersaja, namun telah banyak diterapkan di dunia bisnis.Kalau berbicara soal perang, maka yang terbayang dalam benak kitaadalah perang antar negara dengan senjata pamungkas mutakhir. Yang menangadalah negara yang berhasil menaklukkan lawannya. Tiap negara melaluipanglimanya, pasti memiliki strategi khusus agar dapat memenangkanpeperangan. Bagaimana dengan para 'panglima' bisnis untuk memenangkanpersaingan dalam dunia usaha? Bisakah seni berperang Sun Tzu diterapkan?Dalam pembukaan bukunya, Sun Tzu mengemukakan, "Perang adalah urusannegara yang vital. Kedudukan yang menentukan hidup atau mati, jalan yangmenuju kepada kelangsungan hidup atau kebinasaan, haruslah, tidak bolehtidak, diselidiki."Memang, kalau kita ambil perkataan Sun Tzu sebagai dasar, maka dapatlahkita katakan, "Persaingan adalah urusan perusahaan yang vital. Kedudukanyang menentukan untung atau rugi, jalan menuju kepada peningkatan usaha ataukebangkrutan, tidak boleh tidak, harus diselidiki."Dari hal ini, kita bisa amati bahwa kalau kita meremehkan soalpersaingan, akibatnya bisa fatal. Banyak kasus perusahaan yang jatuh akibatgagal dalam bersaing atau bahkan kalah dalam 'pertempuran' pertama.Senior vice president Sheraton Asia Pasific Corporation, Richard M.Hartman mengatakan, "Dari semua buku yang telah saya baca, buku karya SunTzu adalah yang paling hebat. Analisa detail dari Sun Tzu begitu luas dalammenjelaskan strategi sehingga saya menganjurkan setiap eksekutif saya untukmembacanya."Sun Tzu menulis bukunya itu sekitar tahun 400 SM. Namun telah terbuktibahwa hasil pemikirannya itu tetap dipakai hingga kini. Ng Pack Too, GroupChief Executive Sembawang Holdinbgs Pte Ltd., mengemukakan bahwa buku karyaSun Tzu mampu merangsang para CEO agar berpikir secara strategis, yang manahal itu sangat berguna dalam menyusun business planning.Setiap boss pasti sadar akan pentingnya bersaing, namun tidak semuanyabenar-benar menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ketikapesaing promosi secara gencar, ia diam saja menunggu atau merasa dirinyatidak mungkin kalah. Akibatnya, konsumen beralih ke pesaing secara perlahan.Baru kemudian ia sadar setelah terlambat. Seperti dikemukakan oleh Sun Tzusendiri, banyak orang yang hanya gemar dengan kata-kata dan tidak dapatmenjabarkannya dalam tindakan.Sun Tzu menjelaskan bahwa dalam peperangan (persaingan) ada lima faktorutama yang harus diperhatikan, yaitu hukum moral, langit, bumi, panglimaserta metode/sistem.Hukum moral atau 'tao' menurut Sun Tzu merupakan jalan yangmendatangkan dukungan rakyat kepada rajanya sehingga sehidup semati danmereka tidak menghiraukan bahaya.Kalau kita hayati kata-kata itu, besar sekali maknanya, sebab dapatdijabarkan sebagai suatu sistem yang membuat karyawan mendukung pemimpinnyasehingga selalu bersama-sama baik suka maupun duka tanpa menghiraukanbahaya. Masalahnya, bagaimana cara pemimpin bisa membuat budaya perusahaanagar setiap manusia dalam perusahaannya siap untuk sehidup semati. Disinilah perlunya Boss menciptakan hubungan yang harmonis antara atasandengan bawahan, sehingga setiap kata pimpinan diikuti bawahannya dengankesiapan mental yang utuh.Faktor yang kedua adalah langit, yang oleh Sun Tzu diartikan sebagaipengaruh cuaca dan musim, siang-malam, panas dingin dan lain-lainnya. Dalambisnis, langit menggambarkan kondisi lingkungan atau iklim ekonomi. Sebagaicontoh, kondisi ekonomi saat ini adalah kebijaksanaan uang ketat. Seorangpemimpin harus peka terhadap perubahan lingkungan bisnis, misalnya bagaimanamemanfaatkan deregulasi atau kebijaksanaan khusus dari pemerintah.Selanjutnya, faktor bumi juga perlu diperhatikan. Bumi meliputipengaruh medan, jauh dekatnya, curam datarnya dan luas sempitnya arenapertempuran. Ini sangat menentukan hidup dan matinya pasukan. Hal yang samajuga terjadi di bidang bisnis, karena hal ini menentukan kemampuan suplaimaterial, logistik, situasi medan di mana perusahaan berada.Faktor keempat yang tidak kalah pentingnya adalah panglima. Menurut SunTzu, panglima atau pemimpin yang mampu memenangkan perang adalah yangmemiliki sifat bijaksana, dapat dipercaya, pengasih penyayang, berani dantegas. Seorang panglima bisa disejajarkan dengan para eksekutif ataumanajer. Mereka juga harus memiliki karakter seperti itu kalau inginberhasil dalam persaingan.Yang terakhir adalah faktor sistem. Sistem menentukan susunanorgansiasi tentara, sistem pembinaan personil dan pembinaan material. Dalambisnis, sistem manajemen juga diperlukan untuk menyusun struktur organisasi,sistem personalia, logistik, keuangan dan sebagainya.Menurut Sun Tzu, kelima faktor itu mutlak harus dipelajari dansebenarnya sesederhana yang dibayangkan. Persoalannya kini, pihak mana yangpemimpinnya beroleh 'tao'? Artinya, perusahaan mana yang pemimpinnyadidukung karyawannya sepenuhnya sehingga mereka benar-benar loyal dan penuhdedikasi? Selain itu, pihak mana yang ulung 'panglimanya' dan memperolehkeuntungan langit dan bumi? Perusahaan mana yang mendapatkan keuntungan darikondisi perekonomian dan keadaan geografis tempat usahanya? Di samping itu,pihak mana yang ditegakkan kedisiplinannya?Selanjutnya Sun Tzu juga menegaskan, mana yang kuat tentaranya?Artinya, perusahaan mana yang personil karyawannya lebih baik dan terlatihsecara profesional? Apakah sistem hukuman dan hadiahnya dilaksanakan denganjelas dan kosenkuen? Menurut Sun Tzu, dari jawaban itu akan diketahui pihakmana yang bakal menang atau unggul dibandingkan pesaingnya.(Bersambung)