Tuesday, April 3, 2007

The Art of War - Sun Tzu #07


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.





SUN TZU: Strategi 'Perang' Bisnis Dari Timur (7)

Memakai Mata-Mata Untuk Menangkan Persaingan

Bicara soal mata-mata, mungkin kita akan membayangkan organisasi spionase
seperti CIA, KGB, MI6 atau Mossad. Tiap negara boleh dibilang pasti memiliki
organisasi intelligence atau mata-mata ala James Bond. Manfaatnya sudah
pasti ada, sebab mata-mata ini banyak menentukan keberhasilan suatu
serangan. Melalui informasinya, seorang panglima dapat menyusun strategi
yang lebih akurat dalam mengalahkan musuhnya.

Hal ini juga tidak lepas dari pengamatan Sun Tzu. Seperti dikatakannya,
mengetahui lebih dahulu tentang musuh tidak dapat diperoleh dari dewa atau
makhluk halus, melainkan dapat diperoleh dari orang yang mengetahui keadaan
musuh. Untuk itulah digunakan spion (mata-mata). Kalau falsafah ini hendak
kita terapkan dalam dunia bisnis, apakah memang diperlukan spionase dalam
bisnis?

Memang, untuk mengetahui keadaan pesaing, tidak bisa diketahui melalui
paranormal, dukun atau cenayang, melainkan harus melalui orang yang tahu
tentang keadaan pesaing. Seperti kata Sun Tzu, untuk itulah diperlukan
mata-mata/informasi. Melalui spion akan dapat diketahui lebih dahulu rencana
musuh dan hal itu merupakan dasar bagi kita untuk melakukan suatu tindakan.

Sun Tzu menegaskan bahwa spion adalah salah satu unsur yang paling penting
dalam perang. Berdasarkan keterangannyalah bala tentara bergerak. Dalam
bisnis, tanpa ada informasi, kita tidak mungkin bergerak. bergerak tanpa
informasi akan menyebabkan kemungkinan kehancuran. Informasi perlu diperoleh
dan diketahui. Oleh karena itu, pencari informasi (spion) adalah sangat
penting.

Dalam bukunya The Art of War, menurut Sun Tzu ada lima jenis spion. Pertama,
spion setempat, yaitu merupakan penduduk daerah musuh yang digunakan sebagai
spion. Bila kita mencoba menerapkan teori ini, maka kita perlu menggunakan
masyarakat, media massa untuk mencari informasi tentang keadaan pesaing.

Jenis spion kedua adalah spion dalam, yaitu pejabat musuh yang bekerja untuk
kita. Dalam perusahaan kita bisa memperolehnya bila ada karyawan perusahaan
pesaing yang memberi informasi dan bekerja untuk kita.

Yang ketiga adalah spion rangkap, yaitu spion musuh yang berbalik. Ini akan
bisa kita dapatkan jika ada karyawan perusahaan pesaing yang mengetahui
banyak kemudian ditawari kerja bagi kita sehingga memberi informasi. Ini
banyak diterapkan oleh perusahaan dengan cara membajak manager perusahaan
pesaing.

Spion jenis yang keempat adalah spion mati, yaitu spion kita yang digunakan
untuk memberi informasi yang menyesatkan musuh. Cara melakukan dalam bisnis
adalah dengan sengaja kita mengirim seseorang untuk memberi informasi palsu
yang menyesatkan sehingga pesaing bereaksi yang salah.

Jenis kelima, yang terakhir, adalah spion hidup, yaitu spion kita yang
pergi untuk melakukan penyelidikan dan pulang membawa keterangan. Dengan
demikian, kita benar-benar menugaskan seseorang untuk masuk ke perusahaan
pesaing atau masuk ke kantornya, kemudian mencari informasi dan pulang
melaporkan.

Pertanyaannya, etiskah menggunakan pesaing? Perbuatan curi mencuri teknologi
memang banyak dilakukan. Tindakan mencuri semacam ini jelas melanggar hukum,
misalnya mencuri cetak biru sebuah rencana prosesor komputer canggih dari
perusahaan pesaing. Namun bagaimanakah dan sejauh manakah kita memakai
mata-mata?

Pekerjaan mata-mata bukanlah mencuri, melainkan mencari informasi. Menurut
Sun Tzu, pekerjaan mata-mata bukan pekerjaan yang rendah dan kotor,
melainkan pekerjaan yang mulia. Justru hanya orang yang tinggi budi
pekertinya dan bijaksana yang bisa digunakan atau dipercaya sebagai
mata-mata.

Mempergunakan orang yang keliru untuk tujuan mata-mata, hasilnya bisa bahkan
terbalik. Sebab, banyak sekali kasus seorang mata-mata menjadi agen ganda
tanpa kita ketahui. Misalnya dalam dunia mata-mata yang sesungguhnya,
seorang agen CIA bisa saja merangkap menjadi agen KGB. Akibatnya justru
fatal. Rahasia yang paling vital akhirnya bisa bocor ke tangan musuh,
termasuk nama-nama spion yang kita pakai.

Mata-mata ini umumnya dipilih dari orang yang betul-betul bisa dipercaya.
Namun dipercaya saja tidak cukup. Dipercaya ini sebenarnya sudah mengandung
dua aspek utama, yaitu orang itu harus jujur dan loyal. Pribadi seorang yang
hendak diarahkan untuk menjadi mata-mata seperti kata Sun Tzu haruslah yang
baik budi pekertinya serta bijaksana.

Nah, falsafah perang Sun Tzu ini, walau tampak sederhana, namun pada
prakteknya tidak semudah itu. Banyak hal yang sebenarnya merupakan akal
sehat saja. Seperti kita ketahui, manajemen itu sendiri bisa berjalan baik
bila manajernya dalam mengelola menggunakan akal sehatnya. Persoalannya,
banyak sekali pengambilan keputusan yang tidak didasari rasio yang baik,
banyak terlibat emosional sehingga menghasilkan keputusan yang ceroboh.
Dengan strategi bisnis dari Timur ini, tentunya Anda bisa lebih mendalami
bagaimana menjadi seorang panglima yang hebat, yang membawa perusahaan Anda
menuju keunggulan dalam persaingan.

(Habis)

The Art of War - Sun Tzu #06


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


SUN TZU: Strategi 'Perang' Bisnis Dari Timur (6)

Strategi Bisnis Mirip Kodrat Air

Memenangkan pertempuran tidak semudah di atas kertas. Demikian pula, untuk
unggul dalam persaingan bisnis juga tidak semudah ketika membuat rencana.
Setiap saat kondisi bisa berubah-ubah. Lingkungan perusahaan, baik dari
dalam maupun luar sangat mempengaruhi. Perubahan peraturan yang ada bisa
menguntungkan atau bahkan sebaliknya.

Sun Tzu mencoba merumuskan prinsip-prinsip dalam bertempur agar setidaknya
bisa di atas angin lawannya. Seperti kata Sun Tzu, mereka yang pandai
berperang memegang inisiatif dan tidak membiarkannya beralih ke tangan
musuh. Hal ini sudah dibahas sebelumnya, artinya para eksekutif harus selalu
memegang inisiatif dan tidak membiarkan peluang jatuh ke pihak lawan.

Kepekaan terhadap lingkungan dan kesigapan dalam memanfaatkan peluang ini
mengharuskan seorang eksekutif tidak boleh ketinggalan informasi dan harus
bisa fleksibel mengikuti perkembangan yang ada.

Itulah sebabnya, Sun Tzu sekali lagi menegaskan, dalil perang mirip dengan
kodrat air, tentara selalu menghindari bagian yang padat dan memukul bagian
yang kosong. Apabila hal ini hendak diterapkan dalam dunia bisnis, maka
persaingan juga sebaiknya mirip kodrat air, bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi. Adalah baik untuk menghindari pesaing yang kuat atau medan yang
sulit dan memukul kelemahan pesaing yang tidak dilindungi dengan baik.

Seperti pernah dijelaskan sebelumnya, dalam perang digunakan manuver.
Manuver itu memang sulit karena hanya dengan jalan yang tidak langsung,
tujuan dapat dicapai. Kalau kita bayangkan dalam perang sesungguhnya,
apabila bertempur langsung ke arah yang dituju, mungkin akan mengalami
kekalahan karena ditahan musuh, namun dengan manuver, berputar, justru dapat
diharapkan kemenangan.

Itulah sebabnya dalam bisnis, manuver juga perlu dilakukan. Diperlukan
seperangkat langkah dan memang hal itu sulit serta membutuhkan waktu,
kesabaran dan kecermatan, namun justru hal itulah yang akan membawa kepada
keberhasilan suatu persaingan usaha.

Sehubungan dengan prinsip bertempur itu mirip kodrat air, Sun Tzu
mengingatkan akan beberapa taktik dalam pertempuran agar bisa menang.
Pertama, Sun Tzu mengemukakan, "Jangan menyerang musuh dengan menaiki
lereng." Hal ini bisa kita analogikan, dalam bersaing hendaknya jangan
berada di posisi yang membuat perusahaan harus terlalu memaksakan diri atau
"menaiki lereng".

Taktik kedua Sun Tzu adalah, jangan melawan musuh yang menyerang dengan
menuruni lereng. Itulah sebabnya, perlu diingat dalam persaingan bisnis,
jangan "bertempur" dengan pesaing yang kekuatannya lebih baik serta
posisinya jauh menguntungkan dia daripada kita.

Selanjutnya, Sun Tzu mengingatkan agar jangan mengejar musuh yang pura-pura
melarikan diri dan jangan menghantam pasukan pilihan musuh. Kalau kita
memperhatikan nasehat ini, maka sebaiknya jangan menghantam pesaing yang
pura-pura lemah dan ada baiknya untuk tidak secara langsung menyerang
produk/jasa andalan pesaing apabila kondisinya belum memungkinkan.

Yang penting menurut Sun Tzu adalah, jangan sekali-kali termakan umpan
musuh. Masalahnya, banyak sekali eksekutif yang secara tak sadar masuk dalam
perangkap dan baru menyadarinya setelah terlambat. Misalnya, pesaing
menyebarkan isu, membuka rencana palsu sehingga kita bereaksi sedemikian
rupa yang sebenarnya tak ada gunanya, sehingga begitu banyak dana, tenaga
dan waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, adalah baik untuk selalu
mempertimbangkan gerakan pesaing dan tidak mudah terpancing masuk ke
perangkapnya.

Dalam bertempur, Sun Tzu juga mengingatkan agar sebaiknya jangan merintangi
musuh yang sedang pulang ke negerinya dan jangan terlalu menekan musuh yang
terpojok. Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka sebaiknya jangan
menyaingi produk pesaing yang mempunyai kekuatan di kawasannya sendiri dan
nasehat untuk tidak terlalu menekan musuh yang terpojok, selain masalah
etika, juga umumnya musuh yang terpojok bisa nekad dan berani mati.

Yang terutama menurut Sun Tzu, sifat perang mengutamakan kecepatan. Hal yang
sama dalam bisnis, persaingan juga mengutamakan kecepatan bereaksi terhadap
peluang dan ancaman. Lakukan apa yang tidak diduga lawan. Buatlah rencana
serta kerjakan apa yang tidak diduga oleh pesaing

Seperti kata Sun Tzu, bergeraklah kalau yakin ada keuntungannya; berhentilah
kalau tiada keuntungannya. Seorang eksekutif harus memperhatikan aspek ini.
Dalam bisnis, kalau suatu rencana atau kegiatan menguntungkan, lakukan
segera. Namun bila tidak dan terlihat kerugian, segera berhenti. Jangan ragu
untuk menghentikan kegiatan yang merugikan, jangan terlalu kaku dan angkuh.

Contoh kasus persaingan bisnis yang sering saya pakai adalah ketika Jawa Pos
disaingi oleh Surya pada tahun 1990-an. Waktu itu Surya dengan kekuatan
baru, modal baru setelah diambil alih oleh kelompok Kompas, berusaha dan
berambisi mengalahkan Jawa Pos. Jawa Pos waktu itu sukses dengan program
penjaja koran di lampu lalu lintas (traffic light), dan Surya ingin
menyerang para loper koran yang ada dengan membagikan secara gratis kaos
bertuliskan Surya. Dengan segera, seluruh penjaja koran yang ada di Surabaya
memakai kaos Surya dan itu bisa menjadi promosi yang bagus buat masyarakat
Surabaya. Tahukah apa yang dilakukan oleh Jawa Pos? Yang dilakukan sangat
sederhana namun brilian. Jawa Pos membagikan rompi, sebuah pakaian yang
sangat menarik anak-anak remaja, dengan tulisan Jawa Pos, yang sekaligus
ketika dipakai akan menutupi kaos Surya tersebut. Jutaan rupiah telah
dikeluarkan oleh Surya untuk membuat kaos, habis begit saja tertutupi oleh
sebuah rompi. Bahkan si penjaja koran tidak merasa bersalah, sebab toh
mereka tetap pakai kaos yang dibagikan gratis tersebut. Mungkin itu
maksudnya, "Jangan menyerang musuh dengan menaiki lereng."

(Bersambung)

The Art of War - Sun Tzu #05


Pengantar:
Artikel karangan asli dari mas Nur Agustinus di Surabaya ini menjadi bacaan favouriteku di bulan ini. Selain bisa nambah wawasan yang tentunya berguna untuk mendukungku dalam menjalankan kewajiban di pekerjaanku. Artikel sengaja dibuat berseri oleh pengarangnya (yang juga seorang yang low profile dan kusuka pribadinya) dipercaya agar memudahkan bagi yang ngebaca untuk lebih memahami, semoga demikian kiranya.


Menggerakkan Manusia Untuk Memenangkan Persaingan

Seperti kita ketahui, unsur manusia memegang peranan yang penting dalam
jalannya suatu usaha. Namun persoalannya, seringkali sang pemimpin memiliki
ide yang cemerlang namun sayangnya anak buahnya kurang mengerti atau tidak
bisa melaksanakannya sesuai dengan rencana.

Ada empat tipe karyawan, yang pertama karyawan yang mampu dan mau. Karyawan
jenis ini memiliki kemampuan yang baik serta ditunjang dengan sikap pribadi
yang positif. Memiliki karyawan semacam ini jelas sangat menguntungkan dan
bisa kita bayangkan seandainya kita memiliki tipa karyawan yang lain, yaitu
yang sudah tidak mampu, juga tidak mau atau memiliki sikap yang negatif. Dua
tipa yang lain adalah karyawan yang mau tetapi tidak mampu, dan yang mampu
tapi tidak mau.

Mengenai hal ini, Sun Tzu memberikan pesan-pesan tersendiri. Nasehatnya,
jika prajuritmu kauperlakukan dengan baik tetapi tidak dapat kaugunakan,
jika kaucintai tetapi tak dapat kau perintah, jika mengacau tetapi tak dapat
kautertibkan, maka mereka adalah seperti anak manja, tidak boleh dipakai.
Bila nasehat ini diterapkan dalam bisnis, maka karyawan yang susah diatur,
sebenarnya tidak perlu dipakai.

Memang, nasehat itu sederhana, namun kenyataannya, kita kurang bisa bersikap
tegas apabila memiliki karyawan yang susah diatur. Biasanya hanya kita
pindah-pindah saja ke bagian yang kurang begitu disenanginya agar ia tidak
kerasan. Cara ini belum tentu efektif, sebab tipe karyawan yang susah diatur
akan tahan bila dipindah-pindah, bahkan menjadi lebih buruk. Sikap tegas
diperlukan dengan memperhatikan peraturan yang ada.

Dalam mengelola manusia, menurut Sun Tzu, mengatur orang yang banyak
jumlahnya sama saja dengan mengatur orang yang sedikit jumlahnya. Itu hanya
soal membagi jumlah. Demikian juga bertempur melawan orang yang banyak
jumlahnya sama saja dengan bertempur melawan yang sedikit jumlahnya. Itu
hanya soal jelas dan terangnya keadaan.

Dalam dunia usaha, strategi Sun Tzu dalam menggerakkan manusia ini dapat
kita contoh. Intinya adalah, mengatur orang/pegawai yang banyak atau
sedikit, itu soal jumlah dan membagi mereka dalam sususan organisasi.
Melalui pembagian yang tepat, sebenarnya setiap komando pasti bisa diterima
dengan baik sampai pada orang yang posisinya paling bawah.

Itulah sebabnya, Sun Tzu juga mengingatkan para panglimanya untuk selalu
mengembangkan dirinya. Sun Tzu berkata, adalah pekerjaan seorang panglima
untuk selalu melatih dirinya supaya sanggup bersikap tenang dan bersikap
betul. Sikapnya yang tenang akan menjamin kerahasiaannya; sikapnya yang
betul akan melahirkan teladan yang akan menjamin ketertiban anak buahnya.

Kalau kita benar-benar menghayati nasehatnya itu, maka seorang pemimpin
harus sanggup melatih dirinya untuk bersikap tenang dan benar. menjaga
kerahasiaan dan membuat citra yang baik supaya menjadi teladan bagi
karyawannya. Kepekaan sang pemimpin dalam menangkap peluang usaha sangat
penting, seperti yang diungkapkan oleh Sun Tzu, bila musuk membuka peluang,
mestilah segera dimanfaatkan.

Mengatur manusia tidak lepas dari kemampuan sang komandannya dalam memimpin
anak buahnya. Dalam hal ini Sun Tzu mengingatkan, jika panglima lemah, tidak
keras dan tidak tegas, instruksi tidak konsukuen, tugas dan kewajiban
perwira dan prajuritnya sebentar-sebentar diubah, jika susunan pasukannya
morat marit, maka pasukan yang demikian pasti akan kalut.

Itulah sebabnya jika eksekutifnya terlalu lemah, tidak tegas, instruksi
tidak jelas, terlalu sering berubah peraturan, maka karyawannya akan
bingung/kalut. Masalah ini sering dijumpai jika direktur suatu perusahaan
sering mengganti susunan organisasi, mengubah-ubah sistem kerja karena
dipandangnya selalu kurang baik. Hal semacam ini membuat bawahannya bingung
dan justru tidak bisa bekerja dengan baik.

Menurut Sun Tzu, tugas seorang panglima dalam memimpin anak buahnya adalah
mengatur agar semua pihak berjalan seiring. Menggerakkan suatu pasukan
adalah lebih beruntung dibandingkan dengan memimpin gerombolan yang tidak
disiplin karena akan sangat berbahaya. Oleh sebab itu, pendisiplinan
karyawan sangat penting. Hal itu bisa terlaksana apabila aturan main dalam
perusahaan jelas serta pemimpinnya memberi contoh dengan baik.

Mengenai adanya kemelut dalam pasukan, Sun Tzu menguraikannya sebagai
berikut: Bila ada kerusuhan dalam perkemahan artinya kepemimpinan komandan
lemah. Bila para perwira marah-marah tandanya para prajuritnya lelah. Bila
para prajuritnya kelihatan berbisik-bisik antar sesamanya dalam
kelompok-kelompok kecil dan berbicara dengan nada-nada yang tertahan
menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam urutan kepangkatan.

Seorang eksekutif harus peka terhadap hal-hal ini, sebab sikap
"berbisik-bisik" itu merupakan indikasi adanya ketidakpuasan dalam
peningkatan jenjang promosi organisasi. Setiap kerusuhan pada anak buah,
sebaiknya pemimpinnya jangan bersikap acuh tak acuh, sebab Sun Tzu
mengajarkan untuk introspeksi diri karena bila anak buah resah, maka itu
tanda kepemimpinan manajernya kurang baik.

Sun Tzu menegaskan, pertama-tama, para prajurit harus diperlakukan secara
manusiawi, tapi tetap diawasi dengan disiplin baja. Inilah cara yang pasti
untuk memperoleh kemenangan. Dalam latihan, perintah-perintah harus
dilaksanakan dengan paksaan, maka pasukan akan memiliki disiplin yang baik.

Memang, kedisiplinan kerja harus dipupuk dengan sikap tegas pemimpinnya.
Misalnya, sikap mentolerir keterlambatan satu kali atau dua kali akan
menyebabkan anak buah jadi terbiasa. Selain itu, pekerjaan yang tidak
terselesaikan tetap waktu tetapi tidak ditegur dengan keras menyebabkan anak
buah mengira hal itu tidak menjadi masalah. Akibatnya lain kali mereka bisa
berbuat sama. Nah, cara-cara Sun Tzu ini, walau sederhana, patut kita
tiru.

(Bersambung lagi)

Sunday, April 1, 2007





hari ini abang Sigit belajar masukkan karangan ke website sebagai langkah awal akan dimasukkan gambar mickey mouse kesayangan adik